Oktober 21, 2013

Awesome Window Manager (3.5.2) and Java 7 GUI Problem

Some complaints have been reported about Java GUI (AWT/Swing) that does not behave correctly under Java GUI. This problem come in the form of empty contents in Java GUI window and also some weird behaviour in Java GUI menu (wrong cursor pointer position, menu doesn't want to display its contents without click and hold mouse button).

This problem usually only happens in some exotic non-reparenting window manager such as awesome, dwm, subtle, and probably others. I use only awesome so this is my experience in awesome window manager. Even when since release 3.5.x, awesome has become a reparenting window manager, the weird behaviour above still exists (the menu problem). Uncommit source code is not an option for me.

If you experience this, there are two things that can be done:
  1. Change JDK from Oracle JDK to OpenJDK. I tested with OpenJDK 2.4.2 (IcedTea) and Awesome 3.5.2. This works very well without any extra steps.
  2. Use wmname and execute "wmname LG3D" from shell before running Java GUI application. This option is needed if we use Oracle JDK. I tested this with Oracle JDK 1.7.0_u45.
If you want to use OpenJDK and are so awfully lazy to compile it by yourself (just like myself), you may grab the latest binary for Linux in OpenJDK unofficial build. This works very well.

Oktober 01, 2013

Introspeksi Untuk Rekayasa Web: Aplikasi Web atau Sistem Web?

Selama ini kita cenderung menyebut istilah software yang ada di Internet dan menggunakan infrastruktur dari W3C untuk antarmuka dengan manusia melalui browser sebagai aplikasi Web. Istilah ini mempunyai konotasi sendirian dan hanya dimaksudkan untuk berinteraksi dengan manusia saja. Secara normal, kondisi ini seperti kondisi manusia yang egois: "ini yang saya punyai, silahkan kalau kamu mau berkomunikasi dengan saya, sesuaikan dengan kondisi saya". Tentu tidak se-ekstrim itu, tetapi secara konsep memang demikian. Perhatikan, selama ini saat kita melakukan rekayasa, yang kita pikirkan adalah software itu sendiri serta bagaimana software tersebut bisa dibaca dan mempermudah navigasi manusia saat menggunakan software tersebut. Hasil dari ini bisa ditebak:
  1. Standarisasi komponen antarmuka Web di browser: HTML, CSS, PNG, dll
  2. Masalah kesesuaian browser dengan standar tersebut (para desainer antarmuka Web pasti ingat dengan sulitnya membuat antarmuka Web mereka bisa bekerja lintas browser, dan muncullah berbagai macam kutukan terutama terhadap salah satu browser dari perusahaan besar).
  3. JavaScript overkill: merancang dan mengimplementasikan halaman Web yang dinamis tentu tidak bisa menggunakan HTML (saja), tetapi memerlukan JavaScript. Jaman dahulu (sekitar tahun 2000-an), jauh lebih parah lagi karena ada masalah standarisasi JavaScript sehingga akhirnya diserahkan ke ECMA dan dibuat spesifikasi menjadi ECMAScript. Saat itu ada JavaScript (Netscape) dan JScript (Microsoft), belum lagi setelah itu Microsoft juga membuat VBScript. Ini masa-masa gelap untuk para perancang halaman Web. Meski sekarang tidak seperti itu lagi, hanya ada JavaScript, masalah standarisasi ini juga masih menjadi masalah turunan (belum termasuk Google yang mengeluarkan Dart, meski bisa dikompilasi ke JavaScript). Buka kode sumber dari halaman Web, biasanya akan muncul banyak sekali snippet JavaScript.
Sebenarnya kita perlu berpikir lebih sederhana, bahwa software di Web adalah software yang digunakan untuk mendukung interaksi sosial manusia (silahkan baca kembali note saya sebelum ini). Dengan menggunakan pola pikir seperti itu, maka kita seharusnya mulai mencurahkan pemikiran ke bagaimana membuat software tersebut bisa membantu interaksi sosial manusia. Domain ini yang sekarang dikenal dengan istilah Pragmatic Web.

Pada domain Pragmatic Web, tidak ada lagi (hanya) aplikasi Web. Mengapa? Sederhana saja, software yang akan dikembangkan merupakan software untuk mendukung interaksi sosial manusia sehingga harus bersifat kontekstual, atau context-aware Web. Dalam konteks ini, kita harus membedakan antara web services dengan services. Web services berada pada ruang lingkup lapisan informasi sedangkan services berada pada ruang lingkup kehidupan nyata. Dalam kondisi seperti ini, rekayasa software di Web tidak mungkin hanya berada pada sisi penyedia (server), tetapi juga harus memikirkan bagaimana software agent di sisi klien bisa berkomunikasi dengan software agent di sisi penyedia.

Menggeser paradigma software di Web dari software yang egois menjadi suatu sistem adalah salah satu kunci untuk mengurai benang kusut di ranah rekayasa Web yang sudah terlalu banyak menghabiskan waktu di sisi (hanya) aplikasi Web.  Semoga.

Aplikasi Web di Masa Depan: Semakin Konvergen dengan Teknologi Agen

Agen bukan merupakan hal baru di dunia informatika. Sejak perkembangan AI (Artificial Intelligence - Kecerdasan Buatan), agen sebenarnya merupakan inti dari pembahasan. Jika dirunut sejak awal, kita bisa melihat teori agensi pada pemodelan ekonomi (principal-agents). Teori agensi pada pemodelan tersebut mendasarkan pada pemikiran bahwa principal selaku pemilik merekrut, menggaji, mempekerjakan agents untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan tertentu. Tentu saja para agents tersebut harus mempunyai kecerdasan (keahlian) tertentu dan bisa bersikap serta mengambil keputusan (dalam ruang lingkupnya) terkait dengan tujuan kerjasama tersebut. Dalam kerjasama tersebut, dipastikan tidak akan muncul agency problems, yaitu konflik yang muncul karena perbedaan goals di antara mereka. Konsep inilah yang sebenarnya ingin dikerjakan pada AI. Sederhana dalam penggambaran, tetapi sangat sulit dalam implementasi. Agen itu sendiri bisa berupa agen tunggal serta MAS (Multi-Agent Systems). Agen tunggal tentu lebih mudah diimplementasikan. MAS merupakan topik yang sangat sulit (jaman dulu disebut sebagai DAI - Distributed Artificial Intelligence). Kompleksitas MAS disebabkan karena adanya interaksi antar agen.

Sementara itu, perkembangan teknologi jaringan yang sudah sampai tingkat konektivitas di seluruh dunia ternyata membuat perkembangan tuntutan pengguna aplikasi menjadi lebih kompleks. Ingat, semakin ringan dan semakin ingin dimanjakan, semakin sulit pekerjaan para pengembang aplikasi. Pada era ini, aplikasi pada dasarnya bisa kita bagi menjadi aplikasi yang headless serta aplikasi berbasis Web. Aplikasi headless adalah aplikasi yang tidak menggunakan user interface untuk si pemakai karena memang tidak dikhususkan untuk pemakai biasa. Pemakai menggunakan aplikasi ini, tetapi tidak menyadari jika aplikasi ini ada. Contoh sederhana aplikasi ini antara lain aplikasi crawler dari berbagai situs mesin pencari. Pemakai hanya perlu ke (misalnya) google, dan mencari kata kunci yang dikehendaki. Mekanisme dan penyediaan infrastruktur dari aplikasi tersebut kebanyakan tidak diketahui dan dipahami pemakai biasa. Aplikasi Web pada dasarnya menyediakan user interface untuk berkomunikasi dengan pemakai.

Apa keterkaitan antara kedua hal itu? Web menyedian berbagai macam sumber daya yang sangat melimpah ruah, mulai dari sumber daya yang hanya bisa dipahami oleh manusia (era Syntactic Web dengan HTML tanpa kandungan semantik) maupun sumber daya yang berupa sumber daya yang bisa "dipahami" mesin (dikenal dengan istilah sumber daya semantik - Semantic Web). Nah sekarang, kondisi seperti ini bisa memungkinkan orang untuk berpikir dalam kerangka teori agensi di atas. Pemakai menjadi pincipal, sementara agents akan berupa software: "saya ingin sesuatu dari Web, kerjakan dan berikan ke saya hasilnya" dengan seminimal mungkin intervensi ke software tersebut. Tugas para pengembang barangkali untuk memungkinkan hal-hal di atas bisa terjadi serta memungkinkan otomasi di Internet/Web seperti yang dicetuskan oleh Tim Berners-Lee pada tahun 2001:
  1. Merealisasikan software agent, dalam konteks ini sofware agent yang bisa berkomunikasi dengan si pemakai. Riset di bidang human-agent communication ini juga diperlukan, bersamaan dengan NLP (Natural Language Processing). Pemakai "berbicara" dan menyuruh agen untuk mengerjakan sesuatu on behalf of its owner. Pada konteks ini, penelitian yang dulu pernah dikembangkan oleh Terry Winograd menjadi penting (LAP - Language-Action Perspective).
  2. Merealisasikan aplikasi Web yang juga sebenarnya merupakan salah satu agen pada suatu masyarakat MAS. Agent ini mempunyai dua "muka", satu merupakan aplikasi Web dengan user interface HTML-CSS-JavaScript-etc, muka yang lain adalah agen. Agen ini merupakan wakil dari pemilik Web yang siap berkolaborasi dengan software agent dari pemakai. Komunikasi Agent-to-Agent ini juga merupakan hal yang kompleks dan merupakan salah satu standar yang dihasilkan oleh FIPA (http://www.fipa.org) berupa ACL (Agent Communication Language).
Nah, silahkan mulai bersiap-siap jika memang (berniat) terjun ke dunia pengembangan software. That should be pretty interesting. :p